WEWENANG, KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN
(Tugas Makalah Mata Kuliah Sosiologi Politik)
KELOMPOK 3 :
1. Ari Wulandari
2. Asti
3. Imas
4. Jeffline
5. Nopitha
6. Purbo Tunjung
Sari
SEKOLAH TINGGI ILMU
EKONOMI INDONESIA KAMPUS – E.
Sun City Square Blok A
No. 35 Bekasi.
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan makalah
ini. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan
dengan baik.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui makna wewenang, kekuasaan dan
kepemimpinan dalam kaitannya dengan ilmu sosiologi.
Semoga
makalah ini dapat memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu penyusun mohon kritik
dan sarannya.
Terima
kasih.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................ I
Daftar Isi
................................................................................. II
I.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
II.
KEKUASAAN..............................................................................
2
A. Pengertian kekuasaan……………...................................................
2
B. Sumber-sumber dan kegunaan kekuasaan.............................. 2
C. Jenis-jenis
kekuasaan……..…………………………………………………. 2
D.
Unsur-unsur kekuasaan………………………………………………………
2
E.
Saluran pelaksanaan…………………………………………………………..
2
F.
Tipe-tipe kekuasaan……………………………………………………………
2
G.
Cara-cara mempertahankan kekuasaan……………………………….
2
H. Lapisan
kekuasaan……………………………………………………………. 2
III.
WEWENANG……………………………………………………….................... 3
A. Pengertian wewenang........................................................... 3
B. Bentuk-bentuk wewenang..................................................... 4
C. Legitimasi………………………………………………………………….…….. 4
D. Keyakinan dan pengakuan terhadap
legitimasi.……………………. 5
IV.
KEPEMIMPINAN……………………………………………………………………..
A. Pengertian kepemimpinan…………………………………………………..
B. Asal mula teori kepemimpinan…………………………………………….
C. Pola kepemimpinan…………………………………………………………….
D. Sumber kepemimpinan………………………………………………………..
E. Tipe dan gaya kepemimpinan……………………………………………….
F. Cara pelaksanaan kepemimpinan…………………………………………..
G. Karakteristik kepemimpinan Indonesia
V.
KESIMPULAN
....................................................................... 6
Kata
Penutup........................................................................... 7
Pustaka Rujukan ...................................................................... 8
Pendahuluan
Salah
satu bidang kajian penting dalam sosiologi adalah kekuasaan. Kekuasaan itu
sendiri adalah gejala yang selalu ada dalam proses politik, dalam setiap
masyarakat dan tatanan kehidupan
sosial. Konsep kekuasaan tidaklah dapat berdiri sendiri, sehingga pembahasannya
selalu berkaitan dengan wewenang dan kepemimpinan. Maka itu, dalam makalah ini
akan dibahas masalah kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan dari mulai definisi
kekuasaan dan wewenang, sampai dengan pengidentifikasian kepemimpinan.
I. KEKUASAAN
A. Pengertian Kekuasaan
Secara
etimologi, kekuasaan berasal dari bahasa Inggris power, macht dalam bahasa Belanda dan puissance dalam bahasa Perancis.
Berdasarkan
Black’s Law dictionary, kekuasaan dapat didefinisikan kemapuan untuk
mempengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan baik dengan
sukarela maupun dengan terpaksa
Kekuasaan
dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1. Max
Weber, kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang (sekelompok orang) untuk
menyadarkan masyarakat akan kemampuan-kemampuannya sendiri dengan sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan tertentu.
2. Selo
Soemardjan dan Soelainan Soemardi, menjelaskan bahwa adanya kekuasaan
tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai
3. Ralf
Dahrendorf, kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu dari pada milik
struktur sosial
4. Soerjono
Soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memepengaruhi pihak
lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
5. Robert
Mac Iver, kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang
lain, baik secara langsung dengan cara memeberi perintah, maupun secara tidak
langsung dengan menggunakan segala akal dan cara yang tersedia.
B. Sumber-sumber dan kegunaannya
1. Militer,
polisi dan kriminal: pengendalian kekuasaan
2. Ekonomi:
mengendalikan------
3. Politik:
mempertahankan----
4. Hukum:------------
5. Tradisi:------------
6. Ideologi:
pandangan hidup, integrasi
7. Diversionary
power:----
C. Jenis-jenis kekuasaan
1. Monarki
dan tirani
Monarki berasal dari kata monarch yang berarti raja, yaitu jenis
kekuasaan politik dimana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan
negara. Bentuk monarki ini diterapkan jika masayarakatnya percaya bahwa jenis
kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan lebih efektif untuk menciptakan
stabilitas di dalam proses pembuatan kebijakan. Negara-negara yang masih
menerapkan kekuasaan monarki antara lain adalah Arab Saudi, Inggris, Belanda,
Belgia.
Tirani adalah jenis kekuasaan yang
terkonsentrasi pada satu tangan dan tidak mau memebagi kekuasaan dengan pihak
lain dan seringkali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun terhadap
lawan politik. Beberapa tirani kejam yang pernah muncul antara lain Kaisar
Nero, Hitler dan Stalin.
2. Aristokrasi
dan oligarki
Aristokrasi adalah pemerintahan oleh
sekelompok elite dalam masyarakat, dimana mereka mempunyai status sosial,
kekayaan dan kekuasaan politik yang
lebih besar. Aristokrasi ini tidak bertahan lama sebab orang-orang yang bukan
dari golongan bangsawan pun pada akhirnya bisa berkuasa asal berprestasi, kaya,
dan berpengaruh. Pada saat kekuasaan beralih pada kaum yang bukan bangsawan
inilah maka pemerintahan beralih bentuk jadi oligarki.
3. Demokrasi
dan mobokrasi
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam demokrasi, keterlibatan rakyat menjadi
tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing individu rakyat bebas
mengemukakan kepentingan dan pendapatnya. Konsekuensi dari kebebasan
berpendapat tersebut bisa menimbulkan situasi kacau, dimana individu rakyat
saling berebut menyuarakan kepentingannya. Jika situasi demokrasi menjadi
kacau, maka pada tahap ini kekuasaan menjadi bentuk mobokrasi.
D.
Unsur-unsur kekuasaan
1. Rasa takut: merupakan perasaan
negatif karena seseorang patuh dan taat kepada penguasa dalam keadaan terpaksa.
Gejala ini biasa timbul pada kekuasaan pemerintahan otoriter di negara komunis.
2. Rasa cinta: merupakan perasaan
positif karena seseorang bertindak sesuai mengikuti kehendak penguasa dan untuk
menyenangkan semua pihak. Misalnya hubungan antara anak dan orang tua dalam
keluarga, hubungan antara pemuka agama dengan umatnya.
3. Rasa kepercayaan: merupakan perasaan
positif yang timbul bersifat pribadi pada suatu organisasi. Misalnya hubungan
antara Kepala sekolah dengan para guru.
4. Rasa pemujaan: merupakan kelanjutan
dari adanya rasa kepercayaan, cinta, dan takut. Rasa ini menimbulkan segala
tindakan kepada penguasa yang dipuja menjadi benar. Misalnya penghormatan
kepada nabi/rasul.
E. Saluran pelaksanaan
1. Saluran militer: saluran ini banyak
dijumpai pada negara-negara totaliter. Melalui saluran ini penguasa lebih
banyak menggunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer (military
force) untuk melaksanakan kekuasaanya. Tujuan utamanya adalah untuk
menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk kepada
keinginan penguasa atau sekelompok orang yang dianggap sebagai penguasa.
2. Saluran ideology: Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau
doktrin-doktrin, yang bertujuan untuk
menerangkan dan sekaligus memberi dasar pembenaran
bagi pelaksanaan kekuasaannya; hal itu dilakukan agar supaya kekuasaannya dapat
menjelma menjadi wewenang. Setiap penguasa akan berusaha untuk dapat
menerangkan ideologinya tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga melembaga (institutionalized)
bahkan mendarah daging (internalized) dalam diri warga-warga masyarakat.
3. Saluran politik: Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah
berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyrakat,
caranya antara lain dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk mentaati
peraturan-peraturan yangdibuat oleh badan-badan yang berwenang dan sah.
4. Saluran tradisional: Saluran tradisi ini biasanya merupakan saluran
yang paling disukai, karena ada keselarasan antara nilai-nilai yang
diberlakukan dengan kebiasaan-kebiasaan atau tradisi dalam suatu masyarakat,
sehingga pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lancar. Cara menggunakan
saluran ini adalah dengan menguji tradisi pemegang kekuasaaan dengan tradisi
yang ada dalam masyarakat yang sudah meresap di dalam jiwa masyarakat yang
bersangkutan.
5. Saluran ekonomi: saluran ini digunakan dengan jalan menguasai ekonomi
serta kehidupan rakyat. Penguasa
berusaha menguasai kehidupan masyarakat dengan melakukan pendekatan-pendekatan
dengan menggunakan saluran-saluran ekonomi; dengan pola penguasaan ini maka
penguasa dapat melaksanakan peraturan-peraturannya serta akan menyalurkan
pemerintahannya dengan disertai sanksi-sanksi tertentu. Bentuknya bisa berupa
monopoli, penguasaan sektor-sektor penting dalam masyarakat, atau penguasaan
kaum buruh.
6.
Saluran-saluran lainnya: Untuk lebih menyalurkan pengaruhnya, penguasa biasanya
tidak hanya terbatas menggunakan saluran-saluran seperti di atas, tetapi
menggunakan berbagai saluran lain, yaitu yang berupa komunikasi massa baik
berupa iklan, pamflet, surat kabar, radio, televisi, pagelaran musik, atau apa
saja yang dapat menarik simpati massa. Kemajuan yang sangat pesat di bidang
teknologi alat-alat komunikasi massa, menyebabkan bahwa saluran tersbut pada
akhir-akhir ini dianggap sebagai media primer sebagai saluran pelaksanaan
kekuasaan.
F. Tipe-tipe kekuasaan
1. Legitimate
Power (Kekuasaan sah)
Legitimate
Power adalah kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu
organisasi atau lembaga. Slah satu contoh kekuasaan yang memberi otoritas atau
wewenang (authority) kepada seorang
pemimpin untuk memberi perintah yang harus dipatuhi atau didengar oleh anak
buahnya ialah kekuasaan seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya.
2. Conceive
Power (Kekuasaan Paksaan)
Conceive
Power merupakan kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin
untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari
bahwa apabila dia tidak mematuhinya aka nada efek negatife yang ditimbulkan.
3. Reward Power (Kekuasaan Penghargaan)
Reward
Power adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positife atau penghargaan
kepada yang dipimpin. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu
wilayah, promosi jabatan, uang, dan sebagainya.
4. Expert Power (Kekuasaan Kepakaran)
Expert
Power yaitu kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan
seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga memnyebabkan para bawahan patuh
karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalamn, pengetahuan, dan kemahiran
konspetual dan teknikal.
G. Cara-cara mempertahankan kekuasaan
Kekusaan yang telah didapat dan dilaksanakan
memerlukan cara-cara dan usaha-usaha untuk mempertahankannya. Setiap penguasa
yang telah memegang kekuasaan, bagaimanapun akan berusaha untuk
mempertahankannya, demi stabilnya masyarakat. Ada beberapa cara penguasa
mempertahankan kekuasaannya, yaitu seperti berikut:
a. Penguasa baru membuat peraturan baru yang
menguntungkan dengan jalan menghilangkan peraturan-peraturan lama, terutama di
bidang politik.
b.
Agar kehidupan lebih kokoh, penguasa mengadakan sistem kepercayaan
(belief system) meliputi agama, ideology, dan sebagainya.
c. Penguatan pelaksanaan administrasi dan
birokrasi yang lebih baik.
d. Mengadakan konsolidasi secara horizontal
dan vertical.
Secara
khusus cara-cara penguasa dalam memperkuat kedudukannya yaitu :
a. Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu. Cara ini
dilakukan dengan damai atau persuasif / lambat.
b. menguasai bidang-bidang kehidupan pokok dalam
masyarakat dengan cara kekerasan atau paksaan. Tujuannya adalah untuk
menghancurkan atau menguasai pusat-pusat kekuasaan di bidang kehidupan lain
(oposisi). Biasanya cara-cara ini tidak dapat bertahan lama, karena pada suatu
saat pasti timbul reaksi yang akan menghancurkan kekuasaan yang ada.
H. Lapisan kekuasaan
Kekuasaan
dalam masyarakt selalu bertingkat secara hierarki. Tingkatan-tingkatan
kekuasaan ini disebut lapisan kekuasaan atau stratifikasi kekuasaan. seorang
ahli sosiologi, Robert M. Mc Iver (1954), mengemukakkan bahwa kekuasaan itu ada
dalam bentuk lapisan-lapisan atau piramida. Kekuasaan bukanlah semata-mata
berarti bahwa banyak orang tunduk di bawah seorang penguasa, kekuasaan selalu
berarti suatu sistem berlapis-lapis yang bertingkat (hierarkis). Mc. Iver menggambarkan
kekuasaan itu dalam tiga pola umum dari sistem lapisan-lapisan atau piramida
kekuasaan, yaitu :
1.
Tipe Kasta
Tipe
kasta merupakan sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas, kaku,
dan tertutup. Tipe ini terdapat pada masyarakat berkasta. Pada tipe ini, sulit
terjadi perpindahan (gerak social) dari lapisan bawah ke lapisan atasnya
(vertical).
2.
Tipe Oligarki
Tipe
semacam ini dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang. Variasi tipe
oligarki ini terdapat juga pada negara fasis
dan negara-negara totaliter. Tipe Oligarki hampir seperti tipe kasta, yaitu
dengan garis-garis pemisah yang tegas, akan tetapi disini dasar pembedaan
kelas-kelas sosial lebih ditentukan oleh kebudayaan masyarakat; walaupun masih
memuat unsur pewarisan kedudukan menurut kelahiran (ascribe status) namun
anggota masyarakat diberikan peluang untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan
tertentu, sistem yang berlaku pada masyarakat ini lebih memberikan peluang
mobilitas vertikal pada warganya.
3.
Tipe Demokratis
Tipe
ini adalah tipe ideal yang di idam-idamkan. Kelahiran tidak menentukan
seseorang, yang terpenting kemampuan dan kadang-kadang juga faktor
keberuntungan. Tipe ini dapat dijumpai di negara-negara demokrasi
II.
WEWENANG
A. Pengertian wewenang
Dalam
literatur bahasa Inggris, istilah wewenang disebut authority atau competence,
sedang dalam bahasa Belanda disebut ------- atau ----------.
Wewenang
adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum punlik atau kemampuan
untuk bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan
hubungan-hubungan hukum (Marbun, 1997).
Wewenang
dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1. Mac Iver R.M,
wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan sosial, yang
berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam
masyarakat.
2. George R.Terry,
menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan
orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang,
seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
3.Soerjono
Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang
dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
4.Menurut
Miriam Budiardjo dalam Frans Magnis—Suseno (1994:54) otoritas atau wewenang
adalah ”kekuasaan yang dilembagakan”, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto
menguasai, melainkan juga berhak untuk menguasai.
B. Bentuk-bentuk wewenang
Ada
beberapa bentuk wewenang menurut para ahli, diantaranya adalah:
a.
Max Weber
dalam
buku Sociological theory, khususnya pada bagian type of authority (dalam
Soekamto, 2006). Max Weber membagi wewenang menjadi tiga jenis berdaasarkan
hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku
1.
Wewenang Tradisional
Wewenang
tradisional didasarka keyakinan pada kesucian taradisi yang sudah berjalan lama
dan sah dalam pelaksanaan otoritas (kekuasaan) Wewenang bentuk ini bisa
dimiliki oleh seorang atau beberapa orang dalam suatu kelompok atau masyarakat,
namun sumbernya bukan dari kemampuan-kemampuan khusus seperti yang ada pada
wewenang khrismatis, akan tetapi oleh karena seorang atau beberapa orang itu
memiliki kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga dan bahkan menjiwai
masyarakat; dimana orang atau beberapa orang itu sudah lama sekali mempunyai
kekuasaan di dalam masyarakat, sehingga orang banyak menjadi percaya dan
mengakui kekuasaan itu.
Beberapa
ciri dari wewenang tradisional antara lain :
a. Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat
penguasa yang mempunyai wewenang , serta orang-orang lainnya dalam masyarakat
b.
Adanya wewenang yang lebih tinggi daripada kedudukan seseorang diri hadir
secara pribadi
c. Selama tidak ada pertentangan dengan
ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secar bebas.
2.
Wewenang Karismatik
Wewenang
karismatik yaitu merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma yang
merupakan suatu kemampuan khusus yang melekat pada diri seseorang, kemampuan
mana yang diyakini sebagai pembawaan seseorang sejak lahir. Orang-orang lain
mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan,
oleh karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut berada diatas
kekuasaan dan kemampuan manusia umumnya. Sumber dari kepercayaan dan pemujaan
itu adalah karena seseorang memiliki kemampuan khusus, dan keberadaannya akan
tetap ada selama masyarakat banyak merasakan manfaat dan gunanya.
Wewenang
kharismatis dapat berwujud suatu kewenangan untuk diri orang itu sendiri, dan
dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan terhadap
golongan-golongan dalam masyarakat. Dasar dari wewenang ini bukan terletak pada
suatu peraturan atau hukum, melainkan bersumber pada diri pribadi individu yang
bersangkutan, kharisma itu mungkin saja meningkat sesuai dengan kesanggupan
individu untuk membuktikan kemanfaatnya pada masyarakat.; sebaliknya, wewenang
inidapat berkurang apabila ternyata individu yang memilikinya berbuat
kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan masyarakat banyak, sehingga unsur
kepercayaannya menjadi berkurang.
Wewenang
kharismatis ini tidak diatur oleh kaidah-kaidah yang tradisional maupun
rasional; sifatnya adalah irrasional. Tidak jarang terjadi bahwa kharisma yang
dimiliki seorang itu dapat hilang, seiring dengan dinamika dan perkembangan
masyarakat yang memungkinkan terjadi perubahan-perubahan dalam masyarakat
sehingga ada perbedaan-perbedaan faham dari berbagai nilai yang tadinya disepakati
bersama; perubahan mana yang tidak sesuai lagi dengan kharisma individu yang
bersangkutan, sehingga ia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.
3.
Wewenang Rasional (legal)
Wewenang
rasional (legal) yaitu wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku
dalam masyarakat, sistem hukum mana difahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah
diakui serta ditaati oleh masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh
negara. Pada wewenang yang didasarkan pada sistem hukum ini harus dilihat juga
apakah sistem hukumnya bersandar pada tradisi, agama, atau faktor lain,
kemudian harus ditelaah pula hubungannya dengan sistem kekuasaan serta diuji
pula apakah sistem hukum tadi cocok atau tidak dengan sistem kebudayaan
masyarakat, agar supaya kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan
tenteram.
b.
Robert A. Nisbet
Dalam
bukunya The Social ------------------------------------------------ , Nisbet
mengelompokkan bentuk-bentuk wewenang didasarkan pada besar kecilnya kelompok.
1.
Wewenang Resmi
Wewenang
resmi sifatnya sistematis, dapat diperhitungkan dan rasionil, biasanya wewenang
ini dapat dijumpai pad kelompok-kelompok besar yang memerlukan atauran tata
tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok-kelompok ini, karena
banyaknya anggota, biasanya ditentukan dengan tegas hak-hak serta
kewajiban-kewajiban para anggotanya, kedudukan serta peranannya, siapa-siapa
yang menetapkan kebijakan-kebijakan dan siapa pelaksana-pelaksananya, dan
seterusnya. Walaupun demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang
resmi tersebut, bukan tidak mungkin timbul wewenang yang tidak resmi; tidak
semuanya dalam kelompok tersebut dijalankan atas dasar peraturan-peraturan
resmi yang sengaja dibentuk, bahkan demi kelancaran suatu perusahaan besar
misalnya, kadangkala prosesnya didasarkankan pada kebiasaan-kebiasaan atau
aturan-aturan yang tidak resmi. Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok yang
kecil mungkin saja ada usaha-usaha untuk menjadikan wewenang yang tidak resmi
menjadi wewenang resmi, hal mana biasanya disebabkan oleh terlalu seringnya
terjadi pertentangan-pertentangan dalam kelompok kecil tersebut, sehingga untuk
mempertahankan keberadaannya, diperlukan aturan-aturan yang lebih tegas, tetap,
dan mengikat.
2. Wewenang Tidak Resmi
Wewenang
tidak resmi adalah wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil yang
jumlah anggotanya sedikit dan saling mengenal secara pribadi. Wewenang ini biasanya
bersifat spontan, situasional, dan faktor saling kenal. Wewenang tidak resmi dapat merupakan hasil dari sifat
kondisional dalam masyarakat, sehingga tidak bersifat sistematis meski melalui
perhitungan-perhitungan yang rasional.
c.
Soerjono Soekamto
dala
artikelnya yang berjudul Inheritance Adat Law in Indonesian ----- Society yang
dimuat dalam Malaya Law Review2 tahun 1972, Soerjono Soekamto mengemukakan
bahwa bentuk wewenang timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok sosial
tertentu. Berdasarka hal tersebut, maka bentuk wewenang dibedakan menjadi dua
seperti berikut ini:
1.
Wewenang pribadi
Wewenang Pribadi adalah wewenang yang ada pada kelompok
sosial yang timbul atas dasar-dasar faktor ikatan darah. Wewenang pribadi
sangat tergantung dari solidaritas dan rasa keberasamaan yang tinggi dari
anggota-anggota suatu kelompok; individu–individu dianggap lebih banyak
memiliki kewajiban-kewajiban daripada hak-hak. Struktur wewenang bersifat
konsentris, artinya dari satu titik pusat lalu meluas melalui
lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap
mempunyai kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing. Apabila bentuk wewenang
ini dihubungan dengan bentuk yang berdasar hukum yang berlaku, seperti Max
Weber, maka wewenang pribadi lebih didasarkan pada tradisi, dan atau kharisma.
2. Wewenang Teritorial adalah wewenang yang ada pada
kelompok social yang timbul atas dasar faktorikatan tempat tinggal. Pada
kelompok teritorial, unsure kebersamaan cenderung berkurang karena
faktor-faktor individualisme. Pada wewenang territorial, ada kecenderungan
untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan yang langsung
dengan warga kelompok.
Lebih
lanjut, Soerjono Soekamto mengemukakan bentuk wewenang yang didasarkan kepada
cakupan wewenang itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
1.
Wewenang Terbatas
Wewenang
terbatas adalah wewenang yang tidak mencakup semua sektor atau bidang
kehidupan, tetapi hanya terbatas pada salah satu sektor (bidang) saja.
2.
Wewenang Menyeluruh
Wewenang
menyeluruh adalah wewenag yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan
tertentu.
C. Legitimasi
Legitimasi adalah wewenang keabsahan
individu atau kelompok tertentu pemegang mandat kekuasaan. Keabsahan disini
selalu diartikan sebagai sifat normatif.
Legitimasi mempunyai tiga kriteria pokok. Kriteria pertama adalah legitimasi
sosiologis. Legitimasi sosiologis adalah legitimasi mekanisme motivatif yang
membuat masyarakat menerima wewnag penguasa atau elite dominative. Kriteria
kedua adalah kriteria legalitas. Kriteria legalitas adalah kriteria legitimasi
kesesuaian kekuasaan dengan hukum yang disepakati dan berlaku. Kriteria ketiga
adalah criteria legitimasi etis. Kriteria ketiga ini mempersoalkan kewenangan
dan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi normal-normal moral.
D. Keyakinan dan pengakuan terhadap
legitimasi
1.
Keyakinan Mitos sebagai dasar legitimasi
Menurut
Durverger (2005), keyakinan mitos, sering diasumsikan sebgai keyakinan yang
kurang jelas, kurang rasional, dan kurang teliti diolah oleh akal pikiran.
Mitos berada pada wilayah tradisional yang diwujudkan sebagai aksi.
2. Keyakinan
Ideologi sebagai dasr legitimasi
Keyakinan
yang disandarkan pada ideologi dalam memberi legitimasi diyakini dapat
mempengaruhi jalannya sutau tindakan. Pengaruh akan lebih besar ketika
keyakinan ideology lebih kompleks, lebih persis dan sistematis.
III.
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian kepemimpinan
Dalam
konteks menajemen atau ilmu administrasi, kepemimpinan adalah seni (art),
kesanggupan (ability) atau tknik (technique) untuk membuat sekelompok orang
(bawahan) atau para pengikut mengikuti dan menaati segala apayang
dikehendakinya.
kepemimpinan
dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1.
Ordway Tead, dalam bukunya, the Art of Leadership, kepemimpinan diartikan
sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
2.
George E, Terry, dalam bukunya, Principle of Management, mendefinisikan
kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi ornag-orang agar mereka suka
berusaha mencapai tujuan kelompok.
3.
Howard E, Hoyt, dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration,
mendinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan membimbing orang.
4.
Kimbal Young, ahli Sosiologi Amerika Serikat, mendefinisikan kepemimpinan
sebagai pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain bebrbuat
sesuatu berdasarkan akseptansi/penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki
keahlian khusus dan tempat khusus untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Asal mula dan teori kepemimpinan
Munculnya
kepemimpinan bersamaan dengan adanya peradaban manusia, yaitu sejak zaman
nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang berkumpul bersama-sama lalu bekrja sama
untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah terjadi kerja sama antar
manusia dan muncul unsure kepemimpinan. Pada masa itu, yang dipilih dan
diangkat sebagai pemimpin ialah orang-orang yang paling kuat, paling cerdas,
dan paling berani.
Dahulu
banyak orang berpendirian, bahwa kepimpinan tidak dapat dipelajari karena
merupakan suatu bakat yang diperoleh sebagai kemampuan istimewa yang dibawa sejak
lahir. Namun kemudian, muncul pandangan bahwa kepimpinan dapat dipelajari,
dilatih, dan dikembangkan. Perbedaan pandangan ini melahirkan teori tentang
kepemimpinan sebagai berikut:
a.
Teori Genetis
Teori
genetis mengatakan bahwa pemimpin itu pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi
lahir. Jadi, pemimpin memiliki bobot-bobot alam yang laur biasa sejka lahir,
dan ditakdirkan lahir menjadi pemimpin.
b.
Teori Sosial
Teori
sosial mengatakan bahwa pemimpin harus disiapkan dan dibentuk tidak dilahirkan
begitu saja. Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha persiapan dan
pendidikan serta latihan-latihan yang dilakukan sendiri untuk meningkatkan
kemampuan dan kepimpinannya.
c.
Teori Ekologis atau Sintesis
Teori
ekologis atau sintesis mengatakan bahwa kepimpinan atau bakat dalam seorang
diri pemimpin sempat dikembangkan melalui pengalaman, usaha dan pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
C. Pola kepemimpinan
Pola
kepemimpinan dalam suatu organisasi atau pemerintahan berbeda-beda, perbedaan ini ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya:
·
Filsafat negara sebagai pandangan hidup ;
·
Faktor ideology politik, ekonomi, social,
budaya, dan hankamnas yang berkembang;
·
Kepribadian pemimpin-pemimpinnya, corak
organisasi, sarana, ideologi yang dianutnya, dan tujuan yang ingin dicapainya.
D. Sumber kepemimpinan
Ngalim
Purwanto (1998) mengemukakan bahwa ada beberapa sumber yang memunculkan seorang
menjadi pemimpin, yakni antara lain:
·
Sifat-sifat seseorang;
·
Tradisi;
·
Kekuatan Magis;
·
Prestise;
·
Kebutuhan yang bersifat tradisional;
·
Kecakapan khusus;
·
Secara kebetulan mengisi tempat yang lowong.
E. Tipe dan gaya kepemimpinan
a.
Tipe Karismatis
·
Memiliki kekuatan, daya tarik, dan pembawaan
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain
·
Dianggap memiliki karisma, kekuatan gaib,
atau kemampuan luar biasa sebagai anugerah Tuhan.
b.
Tipe Paternalistis/Maternalistis
·
Kebapakan/keibuan
·
Terlalu melindungi
·
Bersikap maha tahu
·
Tidak pernag member kesempatan anak buat
berinisiatif dan berkreatif.
·
Bawahan dianggap manusia tidak dewasa.
c.
Tipe Otokratis
·
Kekuasaan dan pelaksana mutlak ahrus
dipatuhi
·
Kebijakan ditetapkan sebagai konsultasi
·
Pemimpin jauh dari anggota
·
Eklusifisme, menjauhkan diri
d.
Tipe Laiser faire
·
Parktis tidak mempimpin, tidak terampil
·
Pemimpin hanya symbol tidak berwibawa
·
Situasi kerja tidak terpimmpin. Tidak
terkontrol
e.
Tipe Populistis
·
Menurut Peter Worsley dalam bukunya The
Third World, kepempinan populistismemelikik karakteristik dapat membangkitakan
semangat solidaritas rakyat.
·
Berpegang teguh pada hukum-hukum mayarakat
·
Selalu mencintai dan berorientasi pada
kepentingan rakyat.
f.
Tipe Administrative atau Eksekutif
·
Mampu menyelengarakan tugas-tugas
administratif secara efektif
·
Bertindak sebagai teknokrat dan
administratif yang dapat menggerakkan dinamika pembangunan
g.
Tipe Demokratis
·
Memberi bimbingan yang efesien kepada para
pengikutnya
·
Menghargai potensi setiap individu
·
Mau mendengarkan nasehat dan mengerti
bawahan
F. Syarat-syarat menjadi pemimpin yang
efektif
Untuk
dapat berperan dalam menjalankan fungsi sebagai pemimpin yang efektif, maka
harus meiliki syarat sebagai berikut.
a.
Kekuasaan, yaitu kekuasaan otoritas, legalitas yang memberikan wewenang kepada
pimpinan guna mempengaruhi dan menggerakan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan,
yaitu kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang
lain.
c.
Kepemipinan, yaitu segala daya, kesanggupan kekuatan, kecakapan, keterampilan
teknik maupun social yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
d.
Moralitas, yaitu berakhalak mulia, semangat juang tinggi, ketajaman
intelegensi, kepekaan terhadap lingkungan, ketekunan, keuletan, dan bertanggung
jawab sesuai susila dan social.
G. Cara pelaksanaan kepemimpinan
Ada
beberapa cara untuk melaksanakan kepemimpinan, caraicara ini bergantung pada
kondisi atau situasi yang dihadapi. Secara garis besar ada tiga cara untuk
melaksanakan kepemimpinan yang dikenal, yaitu:
1.
Cara Otoriter
Cara
ini memiliki ciri:
·
Segala kegiatan kelompok hanya ditentukan
oleh pemimpin (sepihak);
·
Pengikut tidak diberi kesempatan dalam
menentuka tujuan dan cara untuk mencapai tujuan;
2.
Cara Demokratis
Cara
ini memiliki ciri:
·
Menganut system musyawarah atau mufakat
antara pemimpin dan pengikutnya;
·
Pemimpin aktif member saran atau petunjuk;
·
Saling dapat mengkritik;
·
Ikut berpartisipasi secara aktif dalam
kegiatan-kegiatan kelompok.
3.
Cara-cara bebas
Cara
ini dalam bahsa Perancis disebut L----- F---- , dengan ciri:
·
Pemimpin tidak berperan aktif;
·
Tidak ditentukan kelompok;
·
Pemimpin hanya menyediakan sarana;
·
Pemimpin berada ditengah kelompoknya hanya
sebagi pemantau.
H. Karakteristik kepemimpinan Indonesia
Setiap
pemimpin Indonesia perlu memiliki dan mencerminkan kepemimpinan yang bersumber
kepada falsafah bangsa. Beberapa karakter tersebut di antaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa
pemimpin
Indonesia dituntut agar mempunyai keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaaan
yang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memiliki keyakinan, pemimpin
Indonesia dapat mengingat dan sadar bahwa dirinya bukan sumber kewenangan yang
mutlak. Selain dengan keyakinan, pemimpin Indonesia harus memiliki rasa
keimanan kepada Tuhan karena dengan rasa ini pemimpin akan berbuat adil, benar,
jujur, sabar, tekun, dan tidak sombong.
b. ---------------------------------------------
(front leader)
Pemimpin
berdiri didepan memberi teladan dan menjadikan dirinya sebagai ujung tombak
dalam menghadapi rintangan dan bahaya. Pemimpin juga diharapkan bijaksan dalam
mempri perintah, petunjuk, nasehat-nasehat, dan perlindungan.
c.
--------------------------------------------------- (Social Leader)
Pemimpin
baik berada di tengah anak bauhnya untuk memberikan semangat dan motivasi.
Selain itu dia juga harus bisa berpikir dan bertindak dengan cepat, sabar dan
berlapang dada dalam menerima kelemahan dan kekurangan anak buahnya.
d.
Tut Wuri Handayani (Rear Leader)
Pemimpin
Indonesia dituntut pula di saat-saat yang tepat sanggup berdiri di belakang
anak buahnya untuk memberi dorongan dan kebebasan agar bawahannya mau
berprakarasa, berinisisatif, dan memiliki kepercayaan diri untuk turut
berpartisipasi.
e.
Waspada Purba Wisesa (Waspada dan Berkuasa)
pemimpin
Indonesia dituntut mampu membina, menggerakan, dan menguasai orang-orang yang
dibawahnya. Ia juga harus mampu mengurusi persoalan yang berkembang serta mampu
memegang tampuk kepemimpinan secara bijaksana.
f.
Ambeg parama Arta ( Bersikap benar dan adil)
Pemimpin
harus bersikap adil, mampu membedakan hal-hal yang penting dan tak penting
sehinnga bisa memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan kepentingannya.
g.
Prasaja (Sederhana)
Pemimpin
harus memiliki sifat sederhana, terus-terang, tulus, ikhlas, jujur, toleran,
terbuka, dan tidak tamak.
h.
Gemi, Nastiti, Ati-ati ( Hemat, cermat, teliti, dan berhati-hati)
Pemimpin
yang baik harus memiliki sifat hemat cermat, teliti, dan berhati-hati dalam
melaksanakan pekerjaannya sehingga bisa efektif dan efisien.
i.
Terbuka (Komunikatif)
Pemimpin
harus memiliki padnagan yang terbuka dan tidak picik sehingga dapat memberi kesempatan
kepada bawahannya yang mengemukakan sugesti, usul, pendapat, juga kritik.
j.
Legowo (Rela dan Tulus ikhlas)
Setiap
saat pemimpin harus bersedia untuk memberikan pengorbanan, menerima segala
kekalahan dan ujian dengan sabar.
k.
Bersifat Satria (Berbudi Pekerti Luhur)
Pemimpin
harus bisa mengendalikan diri dan mempunyai budi pekerti yang luhur dan
terpuji, selain itu pemimpin juga harus memiliki sifat sopan dan santun.
diganti
Pustaka
Rujukan
Wahyudin dkk, 2009. Pendidikan Agama Islam
Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya. Grasindo.
Hamid,
Syamsul Rijal. Buku Pintar Agama Islam
Muhammad,
Syukron Maksum. Buku Pintar Agama Islam Untuk Pelajar. Yogyakarta. Mutiara
Media.
Husnan,
Djaelan dkk. Islam Integral. Membangun kepribadian Islami. November 2007.
Perpustakaan Nasional-Katalog Dalam Terbitan
http://www.kamusbesar.com/33677/rukun
http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/49/0