Rabu, 31 Desember 2014

Tugas Sosiologi Politik

WEWENANG, KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN
(Tugas Makalah Mata Kuliah Sosiologi Politik)



KELOMPOK 3 :
                           1. Ari Wulandari
                           2. Asti
                           3. Imas
                           4. Jeffline
                           5. Nopitha
                           6. Purbo Tunjung Sari               






SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA KAMPUS – E.
Sun City Square Blok A No. 35 Bekasi.



KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui makna wewenang, kekuasaan dan kepemimpinan dalam kaitannya dengan ilmu sosiologi.
Semoga makalah ini dapat memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu penyusun mohon kritik dan sarannya.
Terima kasih.











DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................   I
Daftar Isi .................................................................................  II
     I.        PENDAHULUAN .....................................................................  1
   II.        KEKUASAAN..............................................................................  2
A. Pengertian kekuasaan……………...................................................  2
B. Sumber-sumber dan kegunaan kekuasaan..............................  2
C. Jenis-jenis kekuasaan……..………………………………………………….  2
D. Unsur-unsur kekuasaan………………………………………………………  2
E. Saluran pelaksanaan…………………………………………………………..  2
F. Tipe-tipe kekuasaan……………………………………………………………  2
G. Cara-cara mempertahankan kekuasaan……………………………….  2
H. Lapisan kekuasaan…………………………………………………………….  2
 III.        WEWENANG………………………………………………………....................  3
A. Pengertian wewenang...........................................................  3
B. Bentuk-bentuk wewenang.....................................................  4
         C. Legitimasi………………………………………………………………….……..  4
         D. Keyakinan dan pengakuan terhadap legitimasi.…………………….  5
 IV.        KEPEMIMPINAN……………………………………………………………………..
         A. Pengertian kepemimpinan…………………………………………………..
         B. Asal mula teori kepemimpinan…………………………………………….
         C. Pola kepemimpinan…………………………………………………………….
        D. Sumber kepemimpinan………………………………………………………..
        E. Tipe dan gaya kepemimpinan……………………………………………….
        F. Cara pelaksanaan kepemimpinan…………………………………………..
        G. Karakteristik kepemimpinan Indonesia 
   V.        KESIMPULAN .......................................................................   6
Kata Penutup...........................................................................   7
Pustaka Rujukan ......................................................................  8



Pendahuluan
Salah satu bidang kajian penting dalam sosiologi adalah kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri adalah gejala yang selalu ada dalam proses politik, dalam setiap masyarakat dan tatanan kehidupan sosial. Konsep kekuasaan tidaklah dapat berdiri sendiri, sehingga pembahasannya selalu berkaitan dengan wewenang dan kepemimpinan. Maka itu, dalam makalah ini akan dibahas masalah kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan dari mulai definisi kekuasaan dan wewenang, sampai dengan pengidentifikasian kepemimpinan.
















I. KEKUASAAN
   A. Pengertian Kekuasaan
Secara etimologi, kekuasaan berasal dari bahasa Inggris power, macht dalam bahasa Belanda dan puissance dalam bahasa Perancis.
Berdasarkan Black’s Law dictionary, kekuasaan dapat didefinisikan kemapuan untuk mempengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa
Kekuasaan dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1.    Max Weber, kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang (sekelompok orang) untuk menyadarkan masyarakat akan kemampuan-kemampuannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.
2.    Selo Soemardjan dan Soelainan Soemardi, menjelaskan bahwa adanya kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai
3.    Ralf Dahrendorf, kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu dari pada milik struktur sosial
4.    Soerjono Soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memepengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
5.    Robert Mac Iver, kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan cara memeberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan menggunakan segala akal dan cara yang tersedia.
   B. Sumber-sumber dan kegunaannya
1.    Militer, polisi dan kriminal: pengendalian kekuasaan
2.    Ekonomi: mengendalikan------
3.    Politik: mempertahankan----
4.    Hukum:------------
5.    Tradisi:------------
6.    Ideologi: pandangan hidup, integrasi
7.    Diversionary power:----
   C. Jenis-jenis kekuasaan
1.    Monarki dan tirani
Monarki berasal dari kata monarch yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan politik dimana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara. Bentuk monarki ini diterapkan jika masayarakatnya percaya bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan lebih efektif untuk menciptakan stabilitas di dalam proses pembuatan kebijakan. Negara-negara yang masih menerapkan kekuasaan monarki antara lain adalah Arab Saudi, Inggris, Belanda, Belgia.
Tirani adalah jenis kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu tangan dan tidak mau memebagi kekuasaan dengan pihak lain dan seringkali bersifat kejam baik terhadap rakyat sendiri maupun terhadap lawan politik. Beberapa tirani kejam yang pernah muncul antara lain Kaisar Nero, Hitler dan Stalin.  
2.    Aristokrasi dan oligarki
Aristokrasi adalah pemerintahan oleh sekelompok elite dalam masyarakat, dimana mereka mempunyai status sosial, kekayaan dan kekuasaan politik  yang lebih besar. Aristokrasi ini tidak bertahan lama sebab orang-orang yang bukan dari golongan bangsawan pun pada akhirnya bisa berkuasa asal berprestasi, kaya, dan berpengaruh. Pada saat kekuasaan beralih pada kaum yang bukan bangsawan inilah maka pemerintahan beralih bentuk jadi oligarki.
3.    Demokrasi dan mobokrasi
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam demokrasi, keterlibatan rakyat menjadi tujuan utama penyelenggaraan negara. Masing-masing individu rakyat bebas mengemukakan kepentingan dan pendapatnya. Konsekuensi dari kebebasan berpendapat tersebut bisa menimbulkan situasi kacau, dimana individu rakyat saling berebut menyuarakan kepentingannya. Jika situasi demokrasi menjadi kacau, maka pada tahap ini kekuasaan menjadi bentuk mobokrasi.
  
D. Unsur-unsur kekuasaan
1. Rasa takut: merupakan perasaan negatif karena seseorang patuh dan taat kepada penguasa dalam keadaan terpaksa. Gejala ini biasa timbul pada kekuasaan pemerintahan otoriter di negara komunis.
2. Rasa cinta: merupakan perasaan positif karena seseorang bertindak sesuai mengikuti kehendak penguasa dan untuk menyenangkan semua pihak. Misalnya hubungan antara anak dan orang tua dalam keluarga, hubungan antara pemuka agama dengan umatnya.
3. Rasa kepercayaan: merupakan perasaan positif yang timbul bersifat pribadi pada suatu organisasi. Misalnya hubungan antara Kepala sekolah dengan para guru.
4. Rasa pemujaan: merupakan kelanjutan dari adanya rasa kepercayaan, cinta, dan takut. Rasa ini menimbulkan segala tindakan kepada penguasa yang dipuja menjadi benar. Misalnya penghormatan kepada nabi/rasul.
   E. Saluran pelaksanaan     
       1. Saluran militer: saluran ini banyak dijumpai pada negara-negara totaliter. Melalui saluran ini penguasa lebih banyak menggunakan paksaan (coercion) serta kekuatan militer (military force) untuk melaksanakan kekuasaanya. Tujuan utamanya adalah untuk menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk kepada keinginan penguasa atau sekelompok orang yang dianggap sebagai penguasa.
       2. Saluran ideology: Penguasa-penguasa dalam masyarakat biasanya  mengemukakan serangkaian ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin, yang  bertujuan untuk menerangkan dan sekaligus memberi dasar  pembenaran bagi pelaksanaan kekuasaannya; hal itu dilakukan agar supaya kekuasaannya dapat menjelma menjadi wewenang. Setiap penguasa akan berusaha untuk dapat menerangkan ideologinya tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga melembaga (institutionalized) bahkan mendarah daging (internalized) dalam diri warga-warga masyarakat.
       3. Saluran politik: Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh masyrakat, caranya antara lain dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk mentaati peraturan-peraturan yangdibuat oleh badan-badan yang berwenang dan sah.
       4. Saluran tradisional: Saluran tradisi ini biasanya merupakan saluran yang paling disukai, karena ada keselarasan antara nilai-nilai yang diberlakukan dengan kebiasaan-kebiasaan atau tradisi dalam suatu masyarakat, sehingga pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lancar. Cara menggunakan saluran ini adalah dengan menguji tradisi pemegang kekuasaaan dengan tradisi yang ada dalam masyarakat yang sudah meresap di dalam jiwa masyarakat yang bersangkutan.
       5. Saluran ekonomi: saluran ini digunakan dengan jalan menguasai ekonomi serta kehidupan rakyat. Penguasa berusaha menguasai kehidupan masyarakat dengan melakukan pendekatan-pendekatan dengan menggunakan saluran-saluran ekonomi; dengan pola penguasaan ini maka penguasa dapat melaksanakan peraturan-peraturannya serta akan menyalurkan pemerintahannya dengan disertai sanksi-sanksi tertentu. Bentuknya bisa berupa monopoli, penguasaan sektor-sektor penting dalam masyarakat, atau penguasaan kaum buruh.
     6. Saluran-saluran lainnya: Untuk lebih menyalurkan pengaruhnya, penguasa biasanya tidak hanya terbatas menggunakan saluran-saluran seperti di atas, tetapi menggunakan berbagai saluran lain, yaitu yang berupa komunikasi massa baik berupa iklan, pamflet, surat kabar, radio, televisi, pagelaran musik, atau apa saja yang dapat menarik simpati massa. Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi alat-alat komunikasi massa, menyebabkan bahwa saluran tersbut pada akhir-akhir ini dianggap sebagai media primer sebagai saluran pelaksanaan kekuasaan.

   F. Tipe-tipe kekuasaan
1. Legitimate Power (Kekuasaan sah)
    Legitimate Power adalah kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin     sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Slah satu contoh kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah yang harus dipatuhi atau didengar oleh anak buahnya ialah kekuasaan seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya.
2.  Conceive Power (Kekuasaan Paksaan)
     Conceive Power merupakan kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya aka nada efek negatife yang ditimbulkan.
3. Reward Power (Kekuasaan Penghargaan)
     Reward Power adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positife atau penghargaan kepada yang dipimpin. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah, promosi jabatan, uang, dan sebagainya.
4. Expert Power (Kekuasaan Kepakaran)
     Expert Power yaitu kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga memnyebabkan para bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalamn, pengetahuan, dan kemahiran konspetual dan teknikal. 
   G. Cara-cara mempertahankan kekuasaan
       Kekusaan yang telah didapat dan dilaksanakan memerlukan cara-cara dan usaha-usaha untuk mempertahankannya. Setiap penguasa yang telah memegang kekuasaan, bagaimanapun akan berusaha untuk mempertahankannya, demi stabilnya masyarakat. Ada beberapa cara penguasa mempertahankan kekuasaannya, yaitu seperti berikut:
a. Penguasa baru membuat peraturan baru yang menguntungkan dengan jalan menghilangkan peraturan-peraturan lama, terutama di bidang politik.
b.  Agar kehidupan lebih kokoh, penguasa mengadakan sistem kepercayaan (belief system) meliputi agama, ideology, dan sebagainya.
c. Penguatan pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang lebih baik.
d. Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertical.
Secara khusus cara-cara penguasa dalam memperkuat kedudukannya yaitu :

a. Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu. Cara ini dilakukan dengan damai atau persuasif / lambat.

b. menguasai bidang-bidang kehidupan pokok dalam masyarakat dengan cara kekerasan atau paksaan. Tujuannya adalah untuk menghancurkan atau menguasai pusat-pusat kekuasaan di bidang kehidupan lain (oposisi). Biasanya cara-cara ini tidak dapat bertahan lama, karena pada suatu saat pasti timbul reaksi yang akan menghancurkan kekuasaan yang ada.

   H. Lapisan kekuasaan
Kekuasaan dalam masyarakt selalu bertingkat secara hierarki. Tingkatan-tingkatan kekuasaan ini disebut lapisan kekuasaan atau stratifikasi kekuasaan. seorang ahli sosiologi, Robert M. Mc Iver (1954), mengemukakkan bahwa kekuasaan itu ada dalam bentuk lapisan-lapisan atau piramida. Kekuasaan bukanlah semata-mata berarti bahwa banyak orang tunduk di bawah seorang penguasa, kekuasaan selalu berarti suatu sistem berlapis-lapis yang bertingkat (hierarkis). Mc. Iver menggambarkan kekuasaan itu dalam tiga pola umum dari sistem lapisan-lapisan atau piramida kekuasaan, yaitu :
1. Tipe Kasta
Tipe kasta merupakan sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas, kaku, dan tertutup. Tipe ini terdapat pada masyarakat berkasta. Pada tipe ini, sulit terjadi perpindahan (gerak social) dari lapisan bawah ke lapisan atasnya (vertical).
2. Tipe Oligarki
Tipe semacam ini dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang. Variasi tipe oligarki ini terdapat juga  pada negara fasis dan negara-negara totaliter. Tipe Oligarki hampir seperti tipe kasta, yaitu dengan garis-garis pemisah yang tegas, akan tetapi disini dasar pembedaan kelas-kelas sosial lebih ditentukan oleh kebudayaan masyarakat; walaupun masih memuat unsur pewarisan kedudukan menurut kelahiran (ascribe status) namun anggota masyarakat diberikan peluang untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu, sistem yang berlaku pada masyarakat ini lebih memberikan peluang mobilitas vertikal pada warganya.
3. Tipe Demokratis
Tipe ini adalah tipe ideal yang di idam-idamkan. Kelahiran tidak menentukan seseorang, yang terpenting kemampuan dan kadang-kadang juga faktor keberuntungan. Tipe ini dapat dijumpai di negara-negara demokrasi
II. WEWENANG
   A. Pengertian wewenang
Dalam literatur bahasa Inggris, istilah wewenang disebut authority atau competence, sedang dalam bahasa Belanda disebut ------- atau ----------.
Wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum punlik atau kemampuan untuk bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum (Marbun, 1997).
Wewenang dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1. Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan sosial, yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat.
2. George R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
3.Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
4.Menurut Miriam Budiardjo dalam Frans Magnis—Suseno (1994:54) otoritas atau wewenang adalah ”kekuasaan yang dilembagakan”, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk menguasai.

   B. Bentuk-bentuk wewenang
Ada beberapa bentuk wewenang menurut para ahli, diantaranya adalah:
a. Max Weber
dalam buku Sociological theory, khususnya pada bagian type of authority (dalam Soekamto, 2006). Max Weber membagi wewenang menjadi tiga jenis berdaasarkan hubungan antara tindakan dengan dasar hukum yang berlaku
1. Wewenang Tradisional
Wewenang tradisional didasarka keyakinan pada kesucian taradisi yang sudah berjalan lama dan sah dalam pelaksanaan otoritas (kekuasaan) Wewenang bentuk ini bisa dimiliki oleh seorang atau beberapa orang dalam suatu kelompok atau masyarakat, namun sumbernya bukan dari kemampuan-kemampuan khusus seperti yang ada pada wewenang khrismatis, akan tetapi oleh karena seorang atau beberapa orang itu memiliki kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga dan bahkan menjiwai masyarakat; dimana orang atau beberapa orang itu sudah lama sekali mempunyai kekuasaan di dalam masyarakat, sehingga orang banyak menjadi percaya dan mengakui kekuasaan itu.
Beberapa ciri dari wewenang tradisional antara lain :
a. Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai wewenang , serta orang-orang lainnya dalam masyarakat
b. Adanya wewenang yang lebih tinggi daripada kedudukan seseorang diri hadir secara pribadi
c. Selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan-ketentuan tradisional, orang-orang dapat bertindak secar bebas.
2. Wewenang Karismatik
Wewenang karismatik yaitu merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma yang merupakan suatu kemampuan khusus yang melekat pada diri seseorang, kemampuan mana yang diyakini sebagai pembawaan seseorang sejak lahir. Orang-orang lain mengakui akan adanya kemampuan tersebut atas dasar kepercayaan dan pemujaan, oleh karena mereka menganggap bahwa sumber kemampuan tersebut berada diatas kekuasaan dan kemampuan manusia umumnya. Sumber dari kepercayaan dan pemujaan itu adalah karena seseorang memiliki kemampuan khusus, dan keberadaannya akan tetap ada selama masyarakat banyak merasakan manfaat dan gunanya.

Wewenang kharismatis dapat berwujud suatu kewenangan untuk diri orang itu sendiri, dan dapat dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan terhadap golongan-golongan dalam masyarakat. Dasar dari wewenang ini bukan terletak pada suatu peraturan atau hukum, melainkan bersumber pada diri pribadi individu yang bersangkutan, kharisma itu mungkin saja meningkat sesuai dengan kesanggupan individu untuk membuktikan kemanfaatnya pada masyarakat.; sebaliknya, wewenang inidapat berkurang apabila ternyata individu yang memilikinya berbuat kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan masyarakat banyak, sehingga unsur kepercayaannya menjadi berkurang.
Wewenang kharismatis ini tidak diatur oleh kaidah-kaidah yang tradisional maupun rasional; sifatnya adalah irrasional. Tidak jarang terjadi bahwa kharisma yang dimiliki seorang itu dapat hilang, seiring dengan dinamika dan perkembangan masyarakat yang memungkinkan terjadi perubahan-perubahan dalam masyarakat sehingga ada perbedaan-perbedaan faham dari berbagai nilai yang tadinya disepakati bersama; perubahan mana yang tidak sesuai lagi dengan kharisma individu yang bersangkutan, sehingga ia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.
3. Wewenang Rasional (legal)
Wewenang rasional (legal) yaitu wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat, sistem hukum mana difahamkan sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta ditaati oleh masyarakat, dan bahkan yang telah diperkuat oleh negara. Pada wewenang yang didasarkan pada sistem hukum ini harus dilihat juga apakah sistem hukumnya bersandar pada tradisi, agama, atau faktor lain, kemudian harus ditelaah pula hubungannya dengan sistem kekuasaan serta diuji pula apakah sistem hukum tadi cocok atau tidak dengan sistem kebudayaan masyarakat, agar supaya kehidupan dapat berjalan dengan tenang dan tenteram. 
b. Robert A. Nisbet
Dalam bukunya The Social ------------------------------------------------ , Nisbet mengelompokkan bentuk-bentuk wewenang didasarkan pada besar kecilnya kelompok.
1. Wewenang Resmi
Wewenang resmi sifatnya sistematis, dapat diperhitungkan dan rasionil, biasanya wewenang ini dapat dijumpai pad kelompok-kelompok besar yang memerlukan atauran tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Di dalam kelompok-kelompok ini, karena banyaknya anggota, biasanya ditentukan dengan tegas hak-hak serta kewajiban-kewajiban para anggotanya, kedudukan serta peranannya, siapa-siapa yang menetapkan kebijakan-kebijakan dan siapa pelaksana-pelaksananya, dan seterusnya. Walaupun demikian, dalam kelompok-kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, bukan tidak mungkin timbul wewenang yang tidak resmi; tidak semuanya dalam kelompok tersebut dijalankan atas dasar peraturan-peraturan resmi yang sengaja dibentuk, bahkan demi kelancaran suatu perusahaan besar misalnya, kadangkala prosesnya didasarkankan pada kebiasaan-kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak resmi. Sebaliknya di dalam kelompok-kelompok yang kecil mungkin saja ada usaha-usaha untuk menjadikan wewenang yang tidak resmi menjadi wewenang resmi, hal mana biasanya disebabkan oleh terlalu seringnya terjadi pertentangan-pertentangan dalam kelompok kecil tersebut, sehingga untuk mempertahankan keberadaannya, diperlukan aturan-aturan yang lebih tegas, tetap, dan mengikat.
2. Wewenang Tidak Resmi
Wewenang tidak resmi adalah wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil yang jumlah anggotanya sedikit dan saling mengenal secara pribadi. Wewenang ini biasanya bersifat spontan, situasional, dan faktor saling kenal. Wewenang tidak resmi dapat merupakan hasil dari sifat kondisional dalam masyarakat, sehingga tidak bersifat sistematis meski melalui perhitungan-perhitungan yang rasional.
c. Soerjono Soekamto
dala artikelnya yang berjudul Inheritance Adat Law in Indonesian ----- Society yang dimuat dalam Malaya Law Review2 tahun 1972, Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa bentuk wewenang timbul dari sifat dan dasar kelompok-kelompok sosial tertentu. Berdasarka hal tersebut, maka bentuk wewenang dibedakan menjadi dua seperti berikut ini:
1. Wewenang pribadi
Wewenang Pribadi adalah wewenang yang ada pada kelompok sosial yang timbul atas dasar-dasar faktor ikatan darah. Wewenang pribadi sangat tergantung dari solidaritas dan rasa keberasamaan yang tinggi dari anggota-anggota suatu kelompok; individu–individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban-kewajiban daripada hak-hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, artinya dari satu titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang tertentu. Setiap lingkaran wewenang dianggap mempunyai kekuasaan penuh di wilayahnya masing-masing. Apabila bentuk wewenang ini dihubungan dengan bentuk yang berdasar hukum yang berlaku, seperti Max Weber, maka wewenang pribadi lebih didasarkan pada tradisi, dan atau kharisma.
2. Wewenang Teritorial adalah wewenang yang ada pada kelompok social yang timbul atas dasar faktorikatan tempat tinggal. Pada kelompok teritorial, unsure kebersamaan cenderung berkurang karena faktor-faktor individualisme. Pada wewenang territorial, ada kecenderungan untuk mengadakan sentralisasi wewenang yang memungkinkan hubungan yang langsung dengan warga kelompok.
Lebih lanjut, Soerjono Soekamto mengemukakan bentuk wewenang yang didasarkan kepada cakupan wewenang itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
1. Wewenang Terbatas
Wewenang terbatas adalah wewenang yang tidak mencakup semua sektor atau bidang kehidupan, tetapi hanya terbatas pada salah satu sektor (bidang) saja.
2. Wewenang Menyeluruh
Wewenang menyeluruh adalah wewenag yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu.
 
   C. Legitimasi
     Legitimasi adalah wewenang keabsahan individu atau kelompok tertentu pemegang mandat kekuasaan. Keabsahan disini selalu diartikan  sebagai sifat normatif. Legitimasi mempunyai tiga kriteria pokok. Kriteria pertama adalah legitimasi sosiologis. Legitimasi sosiologis adalah legitimasi mekanisme motivatif yang membuat masyarakat menerima wewnag penguasa atau elite dominative. Kriteria kedua adalah kriteria legalitas. Kriteria legalitas adalah kriteria legitimasi kesesuaian kekuasaan dengan hukum yang disepakati dan berlaku. Kriteria ketiga adalah criteria legitimasi etis. Kriteria ketiga ini mempersoalkan kewenangan dan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi normal-normal moral.
   D. Keyakinan dan pengakuan terhadap legitimasi
1. Keyakinan Mitos sebagai dasar legitimasi
Menurut Durverger (2005), keyakinan mitos, sering diasumsikan sebgai keyakinan yang kurang jelas, kurang rasional, dan kurang teliti diolah oleh akal pikiran. Mitos berada pada wilayah tradisional yang diwujudkan sebagai aksi.
2. Keyakinan Ideologi sebagai dasr legitimasi
Keyakinan yang disandarkan pada ideologi dalam memberi legitimasi diyakini dapat mempengaruhi jalannya sutau tindakan. Pengaruh akan lebih besar ketika keyakinan ideology lebih kompleks, lebih persis dan sistematis.
III. KEPEMIMPINAN
   A. Pengertian kepemimpinan
Dalam konteks menajemen atau ilmu administrasi, kepemimpinan adalah seni (art), kesanggupan (ability) atau tknik (technique) untuk membuat sekelompok orang (bawahan) atau para pengikut mengikuti dan menaati segala apayang dikehendakinya.
kepemimpinan dari definisi beberapa ahli adalah sbb:
1. Ordway Tead, dalam bukunya, the Art of Leadership, kepemimpinan diartikan sebagai kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. George E, Terry, dalam bukunya, Principle of Management, mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi ornag-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan kelompok.
3. Howard E, Hoyt, dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration, mendinisikan kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan membimbing orang.
4. Kimbal Young, ahli Sosiologi Amerika Serikat, mendefinisikan kepemimpinan sebagai pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain bebrbuat sesuatu berdasarkan akseptansi/penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus dan tempat khusus untuk mencapai tujuan tertentu.

   B. Asal mula dan teori kepemimpinan
Munculnya kepemimpinan bersamaan dengan adanya peradaban manusia, yaitu sejak zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia yang berkumpul bersama-sama lalu bekrja sama untuk mempertahankan eksistensi hidupnya. Sejak itulah terjadi kerja sama antar manusia dan muncul unsure kepemimpinan. Pada masa itu, yang dipilih dan diangkat sebagai pemimpin ialah orang-orang yang paling kuat, paling cerdas, dan paling berani.
Dahulu banyak orang berpendirian, bahwa kepimpinan tidak dapat dipelajari karena merupakan suatu bakat yang diperoleh sebagai kemampuan istimewa yang dibawa sejak lahir. Namun kemudian, muncul pandangan bahwa kepimpinan dapat dipelajari, dilatih, dan dikembangkan. Perbedaan pandangan ini melahirkan teori tentang kepemimpinan sebagai berikut:
a. Teori Genetis
Teori genetis mengatakan bahwa pemimpin itu pemimpin itu tidak dibuat akan tetapi lahir. Jadi, pemimpin memiliki bobot-bobot alam yang laur biasa sejka lahir, dan ditakdirkan lahir menjadi pemimpin.
b. Teori Sosial
Teori sosial mengatakan bahwa pemimpin harus disiapkan dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja. Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha persiapan dan pendidikan serta latihan-latihan yang dilakukan sendiri untuk meningkatkan kemampuan dan kepimpinannya.
c. Teori Ekologis atau Sintesis
Teori ekologis atau sintesis mengatakan bahwa kepimpinan atau bakat dalam seorang diri pemimpin sempat dikembangkan melalui pengalaman, usaha dan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lingkungan.
   C. Pola kepemimpinan
Pola kepemimpinan dalam suatu organisasi atau pemerintahan  berbeda-beda, perbedaan ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:
·        Filsafat negara sebagai pandangan hidup ;
·        Faktor ideology politik, ekonomi, social, budaya, dan hankamnas yang berkembang;
·        Kepribadian pemimpin-pemimpinnya, corak organisasi, sarana, ideologi yang dianutnya, dan tujuan yang ingin dicapainya.
   D. Sumber kepemimpinan
Ngalim Purwanto (1998) mengemukakan bahwa ada beberapa sumber yang memunculkan seorang menjadi pemimpin, yakni antara lain:
·        Sifat-sifat seseorang;
·        Tradisi;
·        Kekuatan Magis;
·        Prestise;
·        Kebutuhan yang bersifat tradisional;
·        Kecakapan khusus;
·        Secara kebetulan mengisi tempat yang lowong.
   E. Tipe dan gaya kepemimpinan
a. Tipe Karismatis
·        Memiliki kekuatan, daya tarik, dan pembawaan luar biasa untuk mempengaruhi orang lain
·        Dianggap memiliki karisma, kekuatan gaib, atau kemampuan luar biasa sebagai anugerah Tuhan.
b. Tipe Paternalistis/Maternalistis
·        Kebapakan/keibuan
·        Terlalu melindungi
·        Bersikap maha tahu
·        Tidak pernag member kesempatan anak buat berinisiatif dan berkreatif.
·        Bawahan dianggap manusia tidak dewasa.
c. Tipe Otokratis
·        Kekuasaan dan pelaksana mutlak ahrus dipatuhi
·        Kebijakan ditetapkan sebagai konsultasi
·        Pemimpin jauh dari anggota
·        Eklusifisme, menjauhkan diri
d. Tipe Laiser faire
·        Parktis tidak mempimpin, tidak terampil
·        Pemimpin hanya symbol tidak berwibawa
·        Situasi kerja tidak terpimmpin. Tidak terkontrol
e. Tipe Populistis
·        Menurut Peter Worsley dalam bukunya The Third World, kepempinan populistismemelikik karakteristik dapat membangkitakan semangat solidaritas rakyat.
·        Berpegang teguh pada hukum-hukum mayarakat
·        Selalu mencintai dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
f. Tipe Administrative atau Eksekutif
·        Mampu menyelengarakan tugas-tugas administratif secara efektif
·        Bertindak sebagai teknokrat dan administratif yang dapat menggerakkan dinamika pembangunan
g. Tipe Demokratis
·        Memberi bimbingan yang efesien kepada para pengikutnya
·        Menghargai potensi setiap individu
·        Mau mendengarkan nasehat dan mengerti bawahan
   F. Syarat-syarat menjadi pemimpin yang efektif
Untuk dapat berperan dalam menjalankan fungsi sebagai pemimpin yang efektif, maka harus meiliki syarat sebagai berikut.
a. Kekuasaan, yaitu kekuasaan otoritas, legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi dan menggerakan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain.
c. Kepemipinan, yaitu segala daya, kesanggupan kekuatan, kecakapan, keterampilan teknik maupun social yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
d. Moralitas, yaitu berakhalak mulia, semangat juang tinggi, ketajaman intelegensi, kepekaan terhadap lingkungan, ketekunan, keuletan, dan bertanggung jawab sesuai susila dan social.
   G. Cara pelaksanaan kepemimpinan
Ada beberapa cara untuk melaksanakan kepemimpinan, caraicara ini bergantung pada kondisi atau situasi yang dihadapi. Secara garis besar ada tiga cara untuk melaksanakan kepemimpinan yang dikenal, yaitu:
1. Cara Otoriter
Cara ini memiliki ciri:
·        Segala kegiatan kelompok hanya ditentukan oleh pemimpin (sepihak);
·        Pengikut tidak diberi kesempatan dalam menentuka tujuan dan cara untuk mencapai tujuan;
2. Cara Demokratis
Cara ini memiliki ciri:
·        Menganut system musyawarah atau mufakat antara pemimpin dan pengikutnya;
·        Pemimpin aktif member saran atau petunjuk;
·        Saling dapat mengkritik;
·        Ikut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok.
3. Cara-cara bebas
Cara ini dalam bahsa Perancis disebut L----- F---- , dengan ciri:
·        Pemimpin tidak berperan aktif;
·        Tidak ditentukan kelompok;
·        Pemimpin hanya menyediakan sarana;
·        Pemimpin berada ditengah kelompoknya hanya sebagi pemantau.
   H. Karakteristik kepemimpinan Indonesia 
Setiap pemimpin Indonesia perlu memiliki dan mencerminkan kepemimpinan yang bersumber kepada falsafah bangsa. Beberapa karakter tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
pemimpin Indonesia dituntut agar mempunyai keyakinan beragama, keimanan, dan ketakwaaan yang teguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memiliki keyakinan, pemimpin Indonesia dapat mengingat dan sadar bahwa dirinya bukan sumber kewenangan yang mutlak. Selain dengan keyakinan, pemimpin Indonesia harus memiliki rasa keimanan kepada Tuhan karena dengan rasa ini pemimpin akan berbuat adil, benar, jujur, sabar, tekun, dan tidak sombong.
b. --------------------------------------------- (front leader)
Pemimpin berdiri didepan memberi teladan dan menjadikan dirinya sebagai ujung tombak dalam menghadapi rintangan dan bahaya. Pemimpin juga diharapkan bijaksan dalam mempri perintah, petunjuk, nasehat-nasehat, dan perlindungan.
c. --------------------------------------------------- (Social Leader)
Pemimpin baik berada di tengah anak bauhnya untuk memberikan semangat dan motivasi. Selain itu dia juga harus bisa berpikir dan bertindak dengan cepat, sabar dan berlapang dada dalam menerima kelemahan dan kekurangan anak buahnya.
d. Tut Wuri Handayani (Rear Leader)
Pemimpin Indonesia dituntut pula di saat-saat yang tepat sanggup berdiri di belakang anak buahnya untuk memberi dorongan dan kebebasan agar bawahannya mau berprakarasa, berinisisatif, dan memiliki kepercayaan diri untuk turut berpartisipasi.
e. Waspada Purba Wisesa (Waspada dan Berkuasa)
pemimpin Indonesia dituntut mampu membina, menggerakan, dan menguasai orang-orang yang dibawahnya. Ia juga harus mampu mengurusi persoalan yang berkembang serta mampu memegang tampuk kepemimpinan secara bijaksana.
f. Ambeg parama Arta ( Bersikap benar dan adil)
Pemimpin harus bersikap adil, mampu membedakan hal-hal yang penting dan tak penting sehinnga bisa memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan kepentingannya.
g. Prasaja (Sederhana)
Pemimpin harus memiliki sifat sederhana, terus-terang, tulus, ikhlas, jujur, toleran, terbuka, dan tidak tamak.
h. Gemi, Nastiti, Ati-ati ( Hemat, cermat, teliti, dan berhati-hati)
Pemimpin yang baik harus memiliki sifat hemat cermat, teliti, dan berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga bisa efektif dan efisien.
i. Terbuka (Komunikatif)
Pemimpin harus memiliki padnagan yang terbuka dan tidak picik sehingga dapat memberi kesempatan kepada bawahannya yang mengemukakan sugesti, usul, pendapat, juga kritik.
j. Legowo (Rela dan Tulus ikhlas)
Setiap saat pemimpin harus bersedia untuk memberikan pengorbanan, menerima segala kekalahan dan ujian dengan sabar.
k. Bersifat Satria (Berbudi Pekerti Luhur)
Pemimpin harus bisa mengendalikan diri dan mempunyai budi pekerti yang luhur dan terpuji, selain itu pemimpin juga harus memiliki sifat sopan dan santun.










 










diganti

Pustaka Rujukan
  Wahyudin dkk, 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya. Grasindo.
Hamid, Syamsul Rijal. Buku Pintar Agama Islam
Muhammad, Syukron Maksum. Buku Pintar Agama Islam Untuk Pelajar. Yogyakarta. Mutiara Media.
Husnan, Djaelan dkk. Islam Integral. Membangun kepribadian Islami. November 2007. Perpustakaan Nasional-Katalog Dalam Terbitan

http://www.kamusbesar.com/33677/rukun http://www.dudung.net/quran-online/indonesia/49/0